Minggu, 18 Desember 2016

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PELABUHAN PATIMBAN SUDAH TEPATKAH ?

Dalam suatu pembangunan, pembiayaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting, karena tanpa perencanaan pembiayaan yang baik suatu pembangunan akan sulit berjalan dengan lancar. Permasalahan yang kerap terjadi dalam pembiayaan pembangunan di Indonesia yaitu kurangnya pemasukan dana dari dalam negeri sebagai modal pembangunan. Selama ini, sebagian besar sumber pembiayaan pembangunan di Indonesia hanya mengandalkan dana dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Padahal jumlah dana APBN pun sering tidak mencukupi kebutuhan biaya yang ditentukan, sehingga pada akhirnya pemerintah mencari alternatif lain untuk mendapatkan sumber pembiayaan pembangunan tersebut.
         Rencana pembangunan Pelabuhan Patimban merupakan salah satu daftar rencana pembangunan yang akan dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2017 mendatang.  Pelabuhan Patimban tersebut akan dibangun di Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Menurut informasi dari Ketua tim Pelaksana Perencanaan Persiapan Pembangunan Pelabuhan Patimban, Kasman, mengatakan bahwa biaya pembangunan Pelabuhan Patimban diperkirakan membutuhkan biaya sebesar 44,93 Triliun. Untuk menyukseskan rencana pembangunan pelabuhan tersebut, pemerintah menetapkan sebagian besar sumber pembiayaan pembangunan berasal dari dana pinjaman luar negeri. Saat ini, pemerintah telah menjalin kesepakatan dengan negara Jepang terkait dana pinjaman yang akan diberikan untuk mengawali pembangunan Pelabuhan Patimban. Dana pinjaman yang akan diberikan Jepang yaitu sebesar 34,9 triliun dengan bunga 0,1% setiap tahunnya.
          Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman mengatakan bahwa dana pinjaman dari Jepang akan diberikan maksimal pada Bulan April-Mei 2017, dan untuk bisa mencairkan dana pinjaman dari Jepang tersebut,  dokumen-dokumen terkait izin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan kesesuaian RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) dengan Perda (Peraturan Daerah) harus sudah selesai. Karena untuk mengurus revisi RTRW membutuhkan waktu yang lama, Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar mengusulkan revisi RTRW secara parsial untuk pembangunan proyek skala nasional. Sehingga, rencana pembangunan Pelabuhan Patimban ini ditetapkan sebagai proyek strategis nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 dan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2016.   
          Sumber pembiayaaan pembangunan Pelabuhan Patimban bukan hanya berasal dari dana pinjaman luar negeri, tetapi juga berasal dari sumber dana lain. Dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2016 pasal 3 ayat 1 dijelaskan bahwa pembangunan Pelabuhan Patimban berasal dari 4 sumber, yaitu Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah, pinjaman dan/atau hibah luar negeri, kerja sama pemerintah dengan badan usaha, dan sumber lainnya yang sah.
          Dari berbagai sumber pembiayaan yang telah ditetapkan untuk membiayai pembangunan Pelabuhan Patimban, dana pinjaman luar negeri menjadi sumber dana yang paling besar. Dana pinjaman luar negeri dari Jepang dianggarkan sebesar 77,6% dari seluruh kebutuhan biaya pembangunan. Rencananya, dana pinjaman ini akan digunakan untuk membiayai pembangunan pemecah ombak, pengerukan, reklamasi, dermaga, seawall, jembatan penghubung, bangunan kantor pelabuhan, jalan akses, dan contingenties. Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan mengatakan bahwa peminjaman dana dari Jepang menggunakan skema Special Terms for Economic Partnership (STEP). Keuntungan dari skema peminjaman ini yaitu pelabuhan bisa sepenuhnya menjadi milik pemerintah Indonesia tanpa adanya campur tangan pihak Jepang. Pinjaman dengan skema STEP ini memiliki masa tenggang 10 tahun dengan jangka peminjaman 40 tahun.  
          Selain menggunakan sumber biaya dari pinjaman negara Jepang, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengadakan kerja sama dengan Badan Usaha Pelabuhan untuk membiayai pengoperasian dan pengusahaan pelabuhan. Kerja sama dengan Badan Usaha ini merupakan upaya pemerintah untuk mendorong investor supaya ikut andil dalam pembangunan infrastruktur wilayah guna mencapai kesejahteraan.  Sisanya, pemerintah menganggarkan biaya dari APBN dan sumber lainnya yang sah. Menurut peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Erani Yustika, mengatakan bahwa dana APBN hanya mencukupi sekitar 25% dari total kebutuhan biaya pembangunan infrastruktur dengan percepatan yang memadai. Oleh karena itu, pembangunan Pelabuhan Patimban tidak bisa dilaksanakan jika hanya mengandalkan dana dari sumber pendapatan dalam negeri saja.  
          Tindakan pemerintah dalam melakukan hutang atau peminjaman dana dari Jepang dapat saja menyelesaikan masalah pembiayaan untuk sementara waktu. Namun jika tidak dapat mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu, akan memberikan dampak negatif jangka panjang bagi pembangunan-pembangunan infrastruktur lainnya. Jika tidak dipertimbangkan dengan baik sebelumnya, permasalahan hutang tersebut  dapat menghambat pembangunan yang ada di Indonesia. Karena perhatian pemerintah akan terbelah untuk membayar hutang dengan alternatif berbagai cara sehingga dikhawatirkan pembangunan infrastruktur lainnya akan terbengkalai. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan dengan matang dalam mengatur strategi pembiayaan infrastruktur, terutama pembangunan Pelabuhan Patimban yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.